Perilaku Tercela

Posted on Kamis, 14 Juni 2012 by Unknown

 A. HASUD

            Hasud atau dengki berbeda pengertiannya dengan iri hati. Iri hati artinya merasa ingin menguasai sesuatu yang dimiliki orang lain karena dirinya belum memiliki dan tidak mau ketinggalan. Iri hati tidak diikuti dengan perbuatan mencelakakan orang lain tersebut. Iri hati ada yang termasuk sifat tercela dan ada yang tidak.
            Berdasarkan hadis riwayat Bukhari-Muslim ada dua macam iri hati yang dibolehkan Islam, yaitu iri hati kepada orang yang dianugerahi harta yang banyak kemudian harta itu digunakannya untuk hal-hal yang diridai Allah dan iri hati kepada orang yang diberi ilmu pengetahuan oleh Allah SWT, kemudian ilmu itu diamalkannya serta diajarkan pada orang lain.
            Hasud atau dengki ialah rasa atau sikap tidak senang terhadap kerahmatan (kenikmatan) yang diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkannya atau mencelakakan orang lain tersebut. Seseorang yang beriman kepada qada’ dan qadar tentu tidak akan bersikap dengki kepada orang lain yang mempunyai kelebihan karena ia menyadari bahwa hal itu merupakan kehendak dan kekuasaan Allah SWT. Setiap Muslim/Muslimah wajib hukumnya menjauhi sifat hasud (dengki) karena hasud termasuk sifat tercela dan merupakan perbuatan dosa.
            Kerugian atau bahaya yang ditimbulkan oleh sifat hasud antara lain :
·         Dapat merusak iman orang yang hasud.
·         Dapat memutuskan hubungan persaudaraan dan menghapus segala kebaikan yang pernah dilaksanakan.
·         Dapat menimbulkan kerugian atau bencana, baik bagi pendengki maupun orang yang didengki. Itulah sebabnya di dalam Al-Qur’an Surah Al-Falaq, 113: 1, 2, dan 5, orang-orang beriman diperintah untuk mohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan pendengki apabila mendengki (hasud).
·         Dapat merusak mental (hati) pendengki itu sendiri, sehingga kehidupan merasa gelisah dan tidak memperoleh ketenteraman.

B. RIYA’
            Menurut pengertian bahasa riya’ artinya memperlihatkan (pamer). Yang dimaksud dengan riya’ ialah memperlihatkan suatu ibadah dan amal saleh kepada orang lain bukan karena Allah, tetapi karena sesuatu selain Allah. Misalnya karena ingin memperoleh kemasyhuran dan keuntungan dunia. Sedangkan memperdengarkan ucapan ibadah dan amal saleh kepada orang lain, dengan maksud seperti pada riya’ dinamai sum’ah (ingin didengar). Riya’ dan sum’ah termasuk sifat tercela, merupakan syirik kecil yang hukumnya haram dan harus dijauhi oleh setiap Muslim/Muslimah.
            Riya’ bisa terdapat dalam urusan keagamaan dan bisa pula dalam urusan keduniaan. Riya’ dalam urusan keagamaan, misalnya:
·         Seseorang melakukan salat berjamaah di masjid dengan maksud bukan ingin memperoleh keridaan Allah SWT, tetapi agar mendapat penilaian dari masyarakat sebagai Muslim yang taat. Orang seperti ini kalau berada sendirian biasanya tidak mau mengerjakan salat.

Riya’ dalam urusan keduniaan misalnya:
·         Seseorang memperlihatkan kesungguhan dan kedisiplinannya dalam bekerja kepada atasannya, dengan tidak dilandasi nilai ikhlas karena Allah SWT, karena ia ingin dinilai baik oleh atasannya, lalu pangkatnya atau gajinya dinaikkan. Orang seperti ini bila pangkat atau gajinya tidak naik tentu kerjanya akan bermalas-malasan.
Setiap Muslim/Muslimah dilarang bersikap dan berperilaku riya’, karena riya’ akan mendatangkan kerugian atau bencana baik bagi pelakunya, dan mungkin juga bagi orang lain.

C. ANIAYA
            Perkataan aniaya berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya perbuatan bengis, penyiksaan atau zalim. Yang dimaksud dengan aniaya (zalim) ialah tidak adil (tidak menempatkan sesuatu dengan semestinya atau sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Aniaya atau bengis yaitu suatu tindakan yang tidak manusiawi, yang bertentangan dengan hak asasi manusia.
            Aniaya (zalim) termasuk sifat tercela yang dibenci Allah dan dibenci manusia serta termasuk perbuatan dosa yang dapat menjatuhkan martabat diri pelakunya dan merugikan orang lain. Sifat aniaya atau zalim dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.      Aniaya kepada Allah SWT dengan cara tidak mau melaksanakan perintah Allah yang wajib, dan meninggalkan larangan Allah yang haram.
2.      Aniaya terhadap sesama manusia seperti, gibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), fitnah, mencuri, merampok, melakukan penyiksaan, dan melakukan pembunuhan.
3.      Aniaya terhadap binatang, misalnya menjadikan binatang sebagai sasaran latihan memanah atau menembak, menelantarkan binatang peliharaan, dan menyembelih hewan dengan senjata tumpul.
4.      Aniaya terhadap diri sendiri, misalnya membiarkan diri sendiri dalam keadaan bodoh dan miskin karena malas, meminum minuman keras, menyalahgunakan obat-obat terlarang (narkoba), menyiksa diri sendiri, dan bunuh diri.
Keburukan-keburukan perbuatan aniaya (zalim) dapat menimpa pelaku (penganiaya), orang yang dianiaya, dan masyarakat.
Keburukan-keburukan yang akan dialami oleh penganiaya antara lain :
·         Tidak akan disenangi bahkan akan dibenci masyarakat.
·         Hidupnya tidak akan tenang, karena dibayangi rasa takut.
·         Mencemarkan nama baik dirinya dan keluarganya.
·         Orang yang berbuat aniaya seperti merampok dan membunuh, apabila perbuatan aniayanya diketahui oleh alat Negara lalu ditangkap dan diadili, maka tentu ia akan dijatuhi hukuman, misalnya dipenjarakan.
·         Para pelaku aniaya itu, jika tidak bertobat dengan tobat yang sesungguh-sungguhnya, maka di alam akhiratnya ia akan dicampakkan ke dalam api neraka.
Keburukan-keburukan yang akan dialami orang yang dianiaya dan masyarakat antara lain :
·         Orang yang dianiaya akan mengalami kerugian dan bencana sesuai dengan jenis penganiayaan terhadap dirinya, misalnya kehilangan harta benda, menderita sakit fisik dan mental bahkan sampai kehilangan jiwa.
·         Bila penganiayaan itu terjadi di mana-mana maka masyarakat tidak akan memperoleh kedamaian dan ketenteraman.
·         Semangat dan gairah kerja masyarakat akan menurun, karena mereka dibayangi rasa takut terhadap perbuatan-perbuatan jahat orang zalim.
·         Jika dalam suatu masyarakat atau negeri jumlah orang-orang yang zalimnya mayoritas dan mereka tidak bertobat maka tidak mustahil Allah SWT akan menurunkan azab-nya.

D. DISKRIMINASI
            Kata diskriminasi berasal dari bahasa Belanda “discriminatie” yang artinya pemisahan atau perbedaan.
            Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Bab I Pasal 1, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas alas an agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan, politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik ekonomi, hokum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
            Allah memerintahkan Muslim/Muslimah untuk selalu berlaku adil, tidak membedakan perlakuan meskipun terhadap kerabat, begitu juga kepada orang yang tidak kita sukai karena berlaku adil itu lebih dekat kepada takwa.
            Diskriminasi adalah perbuatan zalim dan tercela karena akan mendatangkan kerugian kepada orang yang diperlakukan diskriminatif. Sang pelaku sendiri juga akan mendapat azab Allah, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.
            Diskriminasi bisa terdapat dalam kehidupan berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, dan bernegara.
v  Orangtua yang membeda-bedakan perlakuan terhadap anak-anaknya adalah contoh perilaku diskriminasi dalam keluarga. Misalnya anak perempuan tidak disekolahkan karena dianggap tidak perlu, padahal orangtua mampu dan si anak juga ingin sekolah. Dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia bagian 10, Hak Anak Pasal 52 ayat 1 dikemukakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan oleh orangtuanya, keluarga, masyarakat, dan Negara.
v  Islam mengajarkan agar dalam kehidupan bertetangga, antara satu tetangga dengan tetangga lainnya saling menghormati dan menghargai, tanpa membedakan suku bangsa, agama, status sosial, dan sebagainya. Karena itu, orang yang berlaku baik terhadap tetangga dengan criteria tertentu telah berperilaku diskriminatif.
v  Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, perilaku diskriminasi itu misalnya jika pemerintah hanya melindungi golongan tertentu. Padahal pemerintah wajib melindungi seluruh rakyatnya tanpa kecuali.

0 Responses to "Perilaku Tercela":